Panas mentari terasa menyengat, angin yang berhembus kala itu tak mampu menghalau hawa panas yang dirasakan oleh Adriana Lodo yang sedang berada di hamparan bedengan tanaman cabai berbaris rapi. Luas hamparan ini mencapai 5 are, dimana buah cabai berwarna oranye mulai terlihat, menunjukkan siap panen. Adriana Lodo atau yang akrab disapa Mama Umbu, adalah pemilik kebun cabai ini. Meski cuaca sangat panas dan menyengat, semangatnya tetap berkobar.
Mama Umbu memiliki pekerjaan sampingan menjual es di Sekolah Dasar dan mengurus tanaman sayurannya setelah selesai berjualan. Ia menanam sawi dan kangkung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. “Saya tidak memiliki keahlian untuk merawat tanaman lain,” ucapnya ketika ditanya alasan mengapa hanya dua komoditas tersebut yang ditanamnya. Memiliki 4 orang anak, dimana tiga diantaranya sedang menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi dan sekolah menengah mengharuskan Mama Umbu bersama suami bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ia pernah mencoba menanam berbagai jenis tanaman seperti jeruk bali, kakao, durian, dan cabai rawit dalam jumlah besar, sekitar 3000 pohon. Namun, karena kurangnya pengetahuan dan perawatan, hanya kegagalan yang didapatkan, seperti pada tanaman cabai miliknya yang terkena serangan penyakit antraknosa. Pengalaman pahit ini membuatnya enggan untuk mencoba menanam cabai lagi.
Kehadiran Yayasan Bina Tani Sejahtera (YBTS) dan William & Lily Foundation (WLF) melalui program Peningkatan Mata Pencaharia Pertanian melalui Pendekatan Terpadu (PERMATA) membuka peluang bagi Mama Umbu dan kelompok tani Ana Lalo. Dengan mendapatkan pelatihan, pendampingan, dan jadwal perawatan serta ketekunan dan pembelajaran dari demplot, sebanyak 2.300 tanaman cabai tumbuh dengan baik. Saat ini, Mama Umbu dan anggota kelompok sedang dalam proses panen, dan hasil panennya akan dijual dengan harga rata-rata Rp50.000/kg. Hal ini merupakan pengalaman pertama bagi Mama Umbu dan kelompok tani Ana Lalo untuk menanam cabai dalam jumlah yang besar dan berhasil hingga panen. Hal ini menjadi sumber kebanggaan bagi mereka. “Awalnya saya ragu mau jual ke mana dan memasang harga berapa, tetapi karena kualitas buah yang dihasilkan bagus, hingga saat ini banyak pembeli yang datang langsung ke kebun. Bahkan, kami belum bisa menjawab kebutuhan pasar,” jelas Mama Umbu. Pengalaman ini mendorong kelompok tani Ana Lalo untuk terus berkomitmen dan berencana untuk menanam dalam skala yang lebih besar kedepannya.